jlknews.com-Indonesia hari ini : Forum Purnawirawan Prajurit TNI membuat 8 tuntutan sebagai pernyataan sikap terhadap kondisi terkini. Surat itu ditandatangani 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel. Para Jenderal yang menandatangani pernyataan tersebut yaitu : Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi dan Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, dan diketahui oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.
Walaupun sudah purnawirawan (purna tugas) Setiap anggota TNI-Polri , belum purna pengabdian, sikap mereka masih tetap berberpedoman pada Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Tri Brata. Sehingga purnawirawan TNI-Polri tetap setia dan taat kepada konstitusi, selain itu mereka adalah rakyat yang kesetiaan nya terhadap Republik ini tidak perlu di ragukan.
Pernyataan publik yang digaungkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI adalah suara rakyat yang tidak dapat diabaikan oleh para wakil rakyat, oleh karena itu DPR sebagai pemegang Mandat rakyat harus mensikapi keadaan ini dengan bijak, melalui kajian-kajian akademik dan hukum, selanjutnya RDP dengan para purnawiran TNI, Akademisi, Ahli Hukum dan pegiat demokrasi hingga ke sidang terbuka untuk membuat keputusan yang baik, benar dan bijaksana bagi kepentinga bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Gibran lolos sebagai peserta Pilpres sebagai wakil Presiden Prabowo berdasarkan keputusan kontraversi yang dibuat oleh Ketua Mahkamah Konstitusi melalui Keputusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 (MK90), dan Peraturan KPU-PKPU 19/2023
Akibat dari kedua Keputusan tersebut, maka Ketua kedua lembaga Negara tersebut telah divonis melakukan pelanggaran kode etik berat (Immoral/tercela), atau tindakan terhadap moralitas jabatan. Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Ketua MK Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terkait etik hakim Mahkamah Konstitusi (MK), dan memberikan Sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Anwar Usman, melalui keputusan Mahkamah Konstitusi; MKMK Nomor:02/MKMK/L/11/2023.
Disisi lain Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan enam anggota KPU lainnya, Betty Epsilon Idroos, Mochammad Affifudin, Persadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz, diadukan ke DKKP karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.
Hasyim dan enam anggota KPU didalilkan menerima pendaftaran sebelum merevisi PKPU Nomor 19/2023 Sebelum Keputusan MK, sehingga DKPP lantas menilai Hasyim Asy’ari terbukti tak mampu menunjukkan sikap kepemimpinan yang profesional dalam melakukan komunikasi dan koordinasi kelembagaan.
Atas keputusan melakukan pendaftaran Gibran sebagai cawapres, dan pertimbangan dalam sidang etik, DKPP menyatakan Hasyim terbukti melanggar ketentuan Pasal 15 huruf c, Peraturan DKPP tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu, maka Hasyi Asy’ari dijatuhkan Sanksi Peringatan Keras
Pro-Kontra Lengserkan Gibran sebagai Wapres:
Dari kedua keputusan tersebut diatas maka timbul kontraversi di masyarakat, pro-kontra pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres hingga saat ini yang berujung pada usulan penggantian Gibran sebagai Cawapres sah yang dipilih rakyat pada Pilpres yang lalu.
Sebagian besar rakyat menilai bahwa Keputusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 (MK90), terdapat potensi Konflik kepentingan (conflict of interest) ketika mengubah syarat usia capres-cawapres yang akhirnya membuka kesempatan untuk Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang adalah keponakan Anwar Usman untuk maju di Pilpres 2024.
Penilaian rakyat tersebut muncul dalam berbagai gugatan dipengadilan, yang mempermasalahkan peran Ketua MK Anwar Usman yang tidak menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan optimal, dalam prinsip kecakapan dan keseksamaan dalam menegakkan hukum acara sebagaimana mestinya.

Ketiadaan judicial leadership ini berkaitan dengan kepemimpinan beliau ketika menghadapi adanya concurring opinion dari dua hakim konstitusi yang substansinya ternyata dissenting opinion. Sehingga menimbulkan keganjilan juga di dalam putusan Mahkamah Konstitusi, dan hasilnya Putra Sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka memanfaatkan ketentuan dalam putusan MK tersebut dengan mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Dengan kejadian yang demikian rakyat melihat Demokrasi di Indonesia telah melenceng jauh dari tujuannya, Meretokrasi diubah menjadi Nepotisme, kekuasaan dapat mengintervensi jauh kedalam sendi-sendi Yudisial, belum lagi Korupsi dan Kolusi yang tumbuh subur saat ini, yang tentunya akan berdampak buruk bagi Indonesia dalam menghadapi persaingan global.
Sanksi pelanggaran Etik berat pada dua pejabat publik, Ketua MK Anwar Usman dan Ketua KPU Hasyim Asy’ari, tidaklah patut jika hanya dianggap sebagai pelanggaran dan kejahatan politik yang biasa-biasa saja, tapi harus dilihat sebagai kejahatan “MORAL” Kejahatan Luar Biasa bagi pejabat Publik, sehingga segala keputusan yang terkait dengan perannya harus dianggap sebagai suatu “Kejahatan Moral” dan tidak layak menggunakan keputusan tersebut sebagai dasar untuk menjadikan seorang pejabat publik yang akan bertindak atas nama bangsa dan negara Indonesia.
Gibran Rakabuming Raka sejak menjadi Walikota Solo adalah pejabat publik, dan saat ini sebagai Wakil Presiden RI, seharusnya dia tau bahwa pejabat public harus bermoral baik, “MORAL” pejabat publik adalah sesuatu yang sakral, dia juga harusnya paham bahwa Orang yang dengan sadar dan sengaja memanfaatkan/menikmati perbuatan tercela dan menjadi pejabat adalah orang yang hina/tidak bermoral yang tidak sepantasnya diperbolehkan menjadi pejabat publik.

Persoalan Moral pemimpin ini adalah masalah yang sangat penting sebagai contoh (teladan) bagi generasi pemimpin bangsa dimasa depan dan pada tataran pergaulan international mewakili bangsa dan negara. Oleh karena itu usulan menggantikan Wapres oleh para Purnawirawan TNI harus dilihat sebagai upaya tegakkan Moral Pejabat Publik, dan ujud dari penegakkan Moral Pejabat Publik dalam kasus ini Gibran harusnya mundur dari Pencalonan sebagai Wapres.
Gibran Masih Wapres:
Hingga saat ini Gibran Rakabuming Raka masih menjabat sebagai Wapres yang sah berdasarkan konstitusi, dia tidak merasa bersalah karena telah memanfaatkan ketentuan dalam putusan MK tersebut dengan mendaftarkan diri sebagai bakal cawapres mendampingi Prabowo Subianto ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), sehingga dia tidak pernah merasa perlu untuk meminta maaf secara terbuka kepada rakyat, dan bersedia menerima sanksi, dan tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama, sehingga akibatnya stigma sebagian rakyat bahwa Gibran Rakabuming Raka sebagai pejabat publik (Wapres) adalah pejabat publik yang Tercela, Immoral dan harus dilengserkan melalui konstitusi.
Dengan memperhatikan niat baik dari para senior (Purnawiraan) TNI yang menginginkan Gibran Rakabuming Raka hengkang dari kurisi Wakil Presiden Republik Indonesia, sudah selayaknya DPR sebagai pemegang Mandat rakyat harus mensikapi keadaan ini dengan bijak, dengan melakukan sidang-sidang terbuka yang akan menghasilkan keputusan yang baik, benar dan bijaksana bagi kepentingan bangsa dan Negara Republik Indonesia, kecuali para wakil rakyat tersebut ingin dianggap juga sebagai pejabat publik yang tidak peduli dengan keresahan rakyat, dan diberikan Stigma tercela, immoral dan patut di PAW oleh partai nya.
Ditulis oleh :
Evert Nunuhitu (Ketua Umum GRPKN dan Pengamat Kebijakan Publik).