jlknews.com-Indonesia Hari Ini: Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar mengatakan Kejaksaan Agung menelusuri kasus import gula ini sejak Oktober 2023, dan sempat kesulitan mengusut kasus korupsi gula impor ini, sebelum menetapkan mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI), Charles Sitorus, sebagai tersangka kasus korupsi impor gula pada Selasa, 29 Oktober 2024. Tom diduga terlibat dalam pemberian izin import gula kristal mentah (GKM) ratusan ribu ton.
Harli menyatakan penyidik mengalami kesulitan untuk mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi ini. Selama kurun waktu satu tahun, menurut dia, penyidik terus melakukan penggalian. Terus melakukan pengkajian dan terus melakukan pendalaman terhadap bukti-bukti yang diperoleh, ucapnya.
Penyidik, menurut Harli, telah memeriksa Tom Lembong dan Direktur Charles Sitorus tiga kali dalam kurun waktu itu. Hanya saja, menurut dia, Tom dan Charles saat itu masih berstatus sebagai saksi. Dia pun menyatakan penyidik menetapkan Tom dan Charles setel merasa mengantongi bukti yang cukup soal keterlibatan keduanya.
TTL diduga memberikan izin impor gula kristal mentah 105 ribu ton kepada PT AP, yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar pada Selasa, 29 Oktober 2024. Qohar menyatakan penyidik telah memeriksa 90 saksi dalam kasus ini sebelum akhirnya mengantongi bukti yang cukup soal keterlibatan Tom dan Charles.
Menurut Qohar Charles sempat memerintahkan bawahannya untuk mengadakan pertemuan dengan delapan perusahaan gula sebelum Tom memberikan penugasan kepada PT PPI. Delapan perusahaan itu adalah: PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Andalan Furnindo, PT Angels Product, PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur, PT Sentral Usahatama Jaya, PT Duta Segar Internasional dan PT Medang Sugar Industri.
PT PPI kemudian menjalin kerja sama dengan kedelapan perusahaan yang akhirnya mengolah GKM impor menjadi GKP. Padahal, menurut Qohar, mereka hanya memiliki izin untuk mengelola gula rafinasi.
PT PPI, menurut Qohar, juga kemudian seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula itu sebenarnya dijual oleh kedelapan perusahaan tersebut kepada masyarakat melalui distributor. Harga penjualan gula itu pun dipatok Rp 16.000 per kilogram, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu, yakni Rp 13.000 per kilogram, dan tanpa melalui operasi pasar.
“Bahwa dari pengadaan dan penjualan gula kristal mentah yang telah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee (upah) dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp105 per kilogram,” kata Qohar.
Kejaksaan Agung menyatakan perbuatan Tom Lembong dan Charles Sitorus, merugikan negara sekitar Rp 400 miliar. Nilai itu berasal dari potensi keuntungan yang seharusnya dinikmati oleh PT PPI sebagai BUMN. PT PPI kehilangan keuntungan itu karena harus bekerja sama dengan delapan perusahaan.
Meskipun demikan, Harli Siregar menyatakan pihaknya masih akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung lebih lanjut kerugian negara dalam kasus korupsi impor gula ini. Kejaksaan Agung, menurut Harli, juga akan menelusuri apakah Tom dan Charles menerima aliran dana Rp 400 miliar tersebut.
Soal kerugian negara yang sudah disampaikan bahwa ini akan terus dihitung untuk pastinya seperti apa. Aliran dana itu akan didalami juga,” ucap Harli di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 30 Oktober 2024.
Artikel ini dilansir dari tempo.co dengan judul “ Fakta-Fakta Kasus Impor Gula yang Seret Tom Lembong Sebagai Tersangka”.