jlknews.com-Indonesia Hari Ini: Pengamat mengingatkan penempatan petinggi di Bank Indonesia sebagai komisaris di bank pelat merah berisiko melemahkan independensi bank sentral.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai jikalau terdapat penugasan jadi komisaris Bank BUMN, artinya derajat BI sebagai lembaga otoritas moneter melemah.
Pilihannya adalah pejabat tersebut harus mundur dari posisinya di bank sentral saat ini, mengingat ada risiko conflict of interest karena BI sebagai wasit sekaligus berperan sebagai pemain, sehingga independensi BI juga pasti turun tuturnya, Rabu (26/3/2025).
Tercatat setidaknya tiga orang pejabat di Bank Indonesia yang secara resmi ditunjuk menjadi komisaris di tiga bank BUMN. Pertama, Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia (BI) Donny Hutabarat yang ditunjuk sebagai Komisaris Bank BNI yang ditunjuk pada harii Rabu (26/3/2025). Kemudian Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas Edi Susianto turut menjadi Komisaris Bank BRI, dan Ida Nuryanti yang ditunjuk pada dan menjabat per 1 Januari 2025 sebagai Kepala Departemen Sumber Daya Manusia BI, sebelumnya menjabat Kepala Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran, resmi ditunjuk menjadi Komisaris Independen Bank BTN.
Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso enggan berkomentar banyak terkait penunjukkan tersebut. Satu hal yang pasti, pihaknya akan mematuhi ketentuan yang berlaku. Termasuk harus mundurnya pejabat yang ditunjuk di luar lembaga mitra. “Ya artinya semua aturan tetap dipenuhi oleh Bank Indonesia, kalau itu sih tidak ada keraguan,” ungkapnya kepada wartawan, Rabu (26/3/2025).
Mengacu Peraturan Dewan Gubernur (PDG) No. 22/2020 tentang Penugasan Eksternal Bank Indonesia, kriteria lembaga penugasan terdiri dari lembaga mitra dan lembaga afiliasi. Di mana lembaga mitra, yakni lembaga yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan pelaksanaan tugas BI, tetapi tidak terbatas pada tugas BI sebagaimana diamanatkan UU BI. Contohnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Perusahaan Umum Percetakan Uang RI (PERURI), Lembaga Penajmin Simpanan (LPS), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), atau Badan Surpervisi BI (BSBI).
Sementara penugasan di lembaga internasional antara lain International Monetary Fund (IMF), World Bank, hingga Asian Development Bank (ADB).
Bhima melihat adanya indikasi BI menempatkan orang di bank Himbara terkait dengan inbreng saham bank BUMN ke Danantara, termasuk masalah masuknya aset bank BUMN dikelola Danantara setidaknya memicu kekhawatiran risiko sistemik.
Jika Danantara mengalami masalah gagal bayar, maka dampaknya uang nasabah bank BUMN ikut terseret. Indikasi berikutnya soal dukungan BI untuk pembiayaan 3 juta rumah. Padahal untuk mendukung 3 juta rumah, bukan lewat burden sharing atau menjadi komisaris di himbara. Yang perlu dilakukan BI adalah menurunkan bunga acuan 50 bps agar suku bunga KPR makin terjangkau debitur rumah.
Ada salah kaprah yang membuat BI melego independensi nya, mirip Orde Baru dimana BI dibawah Kementerian Keuangan, ujar Bhima. Sebelumnya pun independensi BI menjadi perbincangan karena Revisi Undang-Undang No.4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) alias omnibus law sektor keuangan menyasar independensi BI.
IHI – Hommer
Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Pejabat BI Jadi Komisaris Bank BUMN, Waspada Independensi Makin Lemah”,