JAKARTA – Hukum itu ibarat sebuah kapal. Etika adalah samudranya. Maka kapal hukum tidak mungkin berlayar mencapai tepian pulau keadilan jikalau samuderanya kering. Adagium yang disampaikan oleh Jimly Asshiddiqie dalam diskusi kelompok terpumpun (FGD) Kerapuhan Etika Penyelenggara Negara bertema Budaya Hukum di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (17/9/2024, tersebut membawa pesan yang mendalam mengenai korelasi antara etika dan hukum.
Etika menjadi hulu dari segala problematika terdegradasinya budaya hukum yang berkeadilan, sehingga pada hilirnya terjadi kemerosotan negara di segala aspek, baik aspek demokrasi, sosial, politik maupun perekonomian.
“Sekarang salah satu isu yang paling banyak dibicarakan orang soal etika ini. Ini momentum melakukan pembenahan. Sejak 2009 saya sudah promosikan pentingnya menata sistem etika berbangsa dan bernegara ini,” katanya.
Manusia sebagai penggerak hukum harus dipastikan telah bersih dari nilai-nilai niretika jika ingin mewujudkan cita-cita budaya hukum yang berkeadilan. Sebaliknya budaya hukum yang rapuh dan runtuh disebabkan oleh penggerak hukumnya yang tidak lagi membawa nilai-nilai etika dan moralitas.
Sistem hukum yang diibaratkan dengan sebuah kapal tidak mampu mencapai dermaga keadilan yang dicita-citakan. Beberapa problematika budaya hukum yang disebabkan oleh perilaku penyelenggara negara yang niretika tersebut adalah sistem politik yang mengarah pada otoritarianisme.
sumber: https://www.jpnn.com/news/bpip-menangkal-pelemahan-budaya-hukum-lewat-penegakan-etika-berbangsa-dan-bernegara